Pertama, motivasi dan niat ibadah tersebut ikhlas semata-mata menghadap ridho Allah SAW. Kedua, proses pelaksanaannya sesuai dengan manasik yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yakni syarat, rukun, wajib bahkan sunah ibadah tersebut terpenuhi. Ketiga, biaya baik untuk ibadah haji, biaya perjalanan maupun biaya untuk keperluan keluarga yang ditinggalkan diperoleh dengan cara yang halal. Keempat, dampak dari ibadah haji tersebut adalah positif bagi pelakunya, yaitu adanya perubahan kualitas perilaku ke arah yang lebih baik dan lebih terpuji.
Haji mabrur juga dicapai oleh orang yang melaksanakannya sesuai dengan syarat, wajib dan rukunnya serta tidak seperti rafats, fusuk dan jidal. Yang dimaksud dengan haji yang mabrur adalah haji yang diterima oleh Allah SWT dan lawannya adalah haji mardud.
Banyak ulama menyatakan, ciri-ciri dari haji mabrur yang paling utama adalah berubahnya perilaku menjadi lebih baik setelah ber-haji. Meningkat semangat kesalehannya. Baik secara individual maupun kesalehan sosialnya.
Prof Dr Said Agil Siradj, kemabruran akan dicapai di samping melaksanakan haji sesuai dengan aturan syariat yang memenuhi syarat dan rukunnya serta dipenuhi rasa ikhlas semata mata karena Allah, sepulang dari Tanah Suci ia akan mendapatkan ketenangan dan tuma’ninah hawa nafsunya. “Jadi, pola pikirnya tidak hanya melulu terdorong oleh nafsu angkara murka, egois, bergelimang kemewahan, dan kepuasan. Walaupun di dalam hati penuh memikirkan segala macam kehidupan dunia tapi ada ruang untuk zikir kepada Allah untuk mendapatkan tempat yang haq,’’ ujarnya.
Selain itu, sambung Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, mereka yang meraih predikat haji mabrur juga senang membaca Alquran dan gemar shalat berjamaah. “Salah satu tanda kemabruran hajinya adalah dia melakukan apa yang telah dilakukan selama menunaikan haji.”
Namun terlepas dari itu semua, kualitas haji mabrur itu terletak di hati. ”Kalau hatinya khusyuk, Allah selalu hadir di hatinya, itu ciri-ciri kemabruran haji. Paling tidak selalusadar akan kehadiran Allah SWT.’’
Pandangan serupa diungkapkan ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) KH Kholil Ridwan. Kiai Kholil menyebutkan, haji mabrur niatnya harus suci, betul-betul lillahi ta’ala menjalankan rukun Islam kelima bukan karena yang lain. Kedua, ketika melaksanakan ibadah haji masuk ke Tanah Suci dia juga suci lahir batin. pendek kata, selama di Tanah Suci, mereka bisa menahan hawa nafsu untuk tidak menimbulkan amarah orang sehingga dia harus banyak menerima sabar.
Berbeda dengan Dr KH Miftah Faridl seperti dalam bukunya berjudul Antar Aku ke Tanah Suci’ mengungkapkan haji mabrur dapat terlihat setelah pulang haji. ”Ia menjadi gemar melaksanakan ibadah-ibadah sunnah dan amal saleh lainnya serta berusaha meninggalkan perbuatan-perbuatan yang makruh dan tidak bermanfaat,” ujarnya. Haji mabrur juga aktif berkiprah dalam memperjuangkan, mendakwahkan Islam dan istiqamah serta sungguh-sungguh dalam melaksanakan amar makruf dengan cara yang makruf, melaksanakan nahi munkar tidak dengan cara yang munkar. Sifat dan sikapnya berubah menjadi terpuji. “Orang yang bergelar haji mabrur akan malu kepada Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang-Nya. Ia terlihat semangat dan sungguh-sungguh dalam menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu Islam,” tambahnya.
Hanya satu kata bagi orang yang telah melaksanakan ibadah haji yaitu peliharalah kemabruran.
0 comments:
Post a Comment